Percikan untuk Hati yang Tegar



Hati ini, mata ini, tangan ini, kaki ini
Janganlah engkau jadikan keras, hingga sulit memahami kebenaran.
Kadang niat baik, kau hentakkan dengan curiga
Awalnya manis, lalu beku.
Tak ada lagi itu kesejukan. tak ada lagi keramahan. tak ada kelembutan.
Samar!

Inginmu, inginku, ingin kita;
Menjemput mega di ufuk senja
Bariskan kepuitisan. atau kemunafikkan?
Tampaknya indah. padahal bangkai.

Kau menyeru dengan lantang.
Katamu itu idealisme
Namun saat kucoba berbagi rasa dan fikir, dalam sudut pandang yang lain,
Kau bilang aku picik. dan tersesat?
Lalu kau merasa benar. selalu benar.
Entah di mana itu kebenaran.

Batu tak lunak oleh batu.
Aku pun menjadi air, membersihkan, memulihkan.
Tapi kau buang aku ke comberan!
Aku beradu dengan limbah-limbah, sampah-sampah.

Setitik mentari adalah nafas bagiku.
Sayang, mentari justru temaram, lalu melarikan diri.

Sepertinya pekat makin gelap! Tapi masih berharap!
Ia ingin mengalilr… terus mengalir…
Ke muara yang tak lagi keruh
Kebeningan yang hangat
Memercik kembali energi, yang sempat hilang dimakan arus.

Hingga ayat terdengar syahdu,
Yaa… ayyatuhan nafsul muthmainnah..
Irj’I ilaa Rabbiki radhiyatan mardhiyah.
Fadkhuli fii ibadii… wadkhuli jannati…

Malam Pertama di Baitul Ilmi, Rumah Asrama MHTI Chapter UNJ



“Hari ini harus menginap di Jakarta..” desisku dalam hati

Crowded dengan banyak urusan, ditambah lagi tubuh perlu segera diistirahatkan. Apalagi kubawa ‘Aisyahku, si kecil manis yang baru satu setengah tahun usianya. Aku termenung, berfikir dan terus berfikir. A..ha!

“Mba, hari ini..bolehkah bermalam di baitul ilmi?”

Begitu bunyi smsku pada salah seorang teman, yang tinggal di Baitul Ilmi, Asrama Mahasiswi-nya MHTI Chapter UNJ.

“Boleh.. Ditunggu ya, :)” jawabnya singkat melalui pesan singkat elektronik, melegakan hatiku.


***


Semilir udara membawaku ke sebuah komplek penduduk yang dekat dengan kampus UNJ. Komplek padat yang diisi oleh banyak penjual makanan dan minuman. Ini kompleknya Mahasiswa UNJ, gudangnya kos-kosan..

Setibanya aku di gerbang rumah tingkat pink, aku mengetuk dan mengucap salam. Ramai orang menjawab salamku dan mempersilahkanku masuk. Rupanya mereka sedang meeting asrama, jadi semuanya kumpul di aula asrama.Salah seorang di antaranya langsung menawarkanku,

“Kak, yuk tidur di kamarku aja. Kakak istirahat aja dulu dengan ‘Aisyah. Ayo Kak kuantar...” aku mengangguk, senyum.

Adik manis itu mempersilahkan aku masuk ke kamarnya, cepat-cepat ia bawakan kasur khusus untuk kami. Setelah duduk di kasur, ia bawakan segelas air putih besar. Masya Allah..

“Wah syukran ya Dek... Tau aja nih!” ia senyum-senyum sumringah

“Sip.. Oke Kak. Kakak istirahat dulu. Kalau ada apa-apa bilang ya Kak.. Aku lanjutin rapat di aula..” ujarnya bersemangat, dan ramah. Ia balik arah ke aula yang tak jauh dari kamarnya. Tak lama, ia datang lagi,

“Kak, udah makan belum? Yuk Kak makan dulu, aku punya rendang telur,” kali ini senyumnya hangat bersahabat

“Udah Dek. Makasih banyak nih..” ucapku sambil tersenyum dan dijawab lagi dengan senyumnya


***


Malam semakin lama semakin larut. ‘Aisyahku semangat bermainnya belum juga surut. Adik manis tadi bersama adik lain di sana mengajaknya bermain, sampai capek, dan terkantuk-kantuk. Mereka menemaniku dengan ‘Aisyah, sambil mengobrol tentang potensi dan passion seseorang pada bidang tertentu. Aku sharing pengetahuan yang kudapat di kuliah BK. Asik sekali obrolan kami, hingga akhirnya ‘Aisyah mulai rewel mengantuk.

Langsung kukeloni putri kecilku ini, dan tak perlu waktu lama, ia tertidur pulas. Adik-adik yang lain ikut mengantuk dan tidur di kamarnya masing-masing.


***


“Kak, sudah sholat belum?” tanya adik manis di kamar mungil ini, sekitar waktu fajar.

“Oh iya Dek..” kulangkahkan kakiku untuk berwudhu dan sholat. Di aula, ia telah menyiapkan sajadah dan mukenanya untuk kupakai. Luar biasa adik ini.

Seusai sholat, ia bertanya lagi tentang sarapan pagi. Ia mengajak ‘Aisyahku dan bersama adik-adik lainnya keluar rumah untuk membeli nasi uduk.

Kugunakan pagi itu untuk membereskan kamar dan mengobrol dengan Mba Asrama di sana. Asyik sekali kami mengobrol, tentang dakwah, dan lainnya, sampai ‘Aisyah datang. Saat aku mau membayar nasi uduk, adik manis itu menolak. Ia beralasan bahwa itu termasuk suguhan kepadaku, dalam rangka memuliakan tamu. Luar biasa.


***


Pagi yang indah. Diwarnai persaudaraan yang indah. Cinta yang indah. Kasih sayang yang indah. Sungguh indahnya ukhuwah Islamiyah...

Aku belajar tentang ketulusan. Tentang persaudaraan.

Sesuatu yang dapat menumbuhkembangkan cinta. Yang hanya mekar bersemi bak bunga-bunga di taman dakwah.

Malam pertama di Baitul Ilmi. Kesan yang sangat indah dan terkenang di sanubari.

Berlinang Air Mataku Saat Sesuap Nasi Bungkus Itu Ia Makan dengan Lahapnya



Setiap kehidupan manusia, tak pernah lepas dari beragam ujian, ringan hingga teramat berat. Ujian demi ujian yang melengkapi hidup itu bukanlah sesuatu yang tak terencana. Walau tak mampu manusia memprediksinya, tapi Allah Yang Maha Kuasa telah menyusunnya.

Karenanya ketika ada yang tak suka bahkan benci dengan cobaan, sejatinya bukan karna cobaan itu yang buruk, tapi karena sikap orang yang menghadapinya. Maha benar Allah yang telah berfirman,


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216)


Baru-baru ini, Jakarta dikepung oleh banjir. Siapa yang suka banjir? Air menggenang seperti kolam, hingga bisa leluasa berenang? Tentu bukan itu yang terfikir oleh orang-orang yang menghadapi cobaan banjir. Melainkan, mereka akan berfikir, setelah ini bagaimana dan bagaimana? Apakah banjir akan datang lagi esok hari? Apakah lebih besar? Kapan ini berakhir?

Bagi sebagian warga Jakarta yang terbiasa mendapat 'kiriman' banjir dan tidak terlalu parah apalagi orang 'berduit', mereka bersikap biasa-biasa saja. Bahkan terkesan acuh tak acuh. Namun mereka yang rumahnya terendam banjir, lantas menganga ketika sebagian besar barang-barang di rumahnya yang tidak seberapa itu lenyap dimakan banjir, tentu akan terasa teramat sesak.

Maka bersyukurlah Anda. Bersyukurlah kita. Masih bisa makan, mandi, mencuci, dan bahkan masih bisa mengaji bekerja dengan nyaman. Bersyukurlah...

Karena ada di suatu daerah, yang tempatnya terletak di pedalaman Jatinegara. Bagian dalam, di sebuah daerah bernama tanah rendah. Ketika memasuki area itu, kita akan menemukan mata-mata yang tak tidur karna was-was, yang menahan lapar hingga melamun, yang ketika bantuan makanan datang dari sebuah posko, mereka langsung menyerbunya, dan berkata, "Alhamdulillah.. yes, ayam!"

Mungkin di antara kita biasa makan ayam, tapi mereka? makan nasi pun, pasti sudah bersyukur...
Lantas di sudut-sudut rumah kita akan melihat, mereka yang berjejer duduk langsung menyantap makanan yang diambilnya dari posko, dengan tangan yang tak tahu sudah dicuci atau belum, dengan wajah yang sangat berbinar.

Pernahkah kita membayangkannya???