Saya teringat
dengan seseorang. Yang bicaranya, cara berjalannya, memandang sesuatu, simple
sekali. Jika ada yang mengritiknya, ia apa adanya. Tidak menolak, tidak
melakukan pembenaran, tidak menyangkal, apalagi menyerang balik. Cukup diam,
resapi, dan renungkan. Jika itu benar, ia segera perbaiki. Jika tak benar, tak
ia hiraukan lagi. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Begitulah kita
sepatutnya mendengar kritik. Memang ada saja kritik yang destruktif. Sifatnya
ingin menjatuhkan kita, bukannya konstruktif. Tapi apakah kita harus memaksa
orang lain untuk bicara enak-enak dulu baru kita menerima pandangan orang lain?
Hidup ini
sederhana.
Rasul kita yang
Mulia, pun mengajarkan kesederhanaan. Beliau orang yang sangat kaya raya. Tapi,
apakah ditemukan meubel, rumah, sarana-prasarana yang ia miliki itu mewah?
Tidak. Beliau kaya, tapi tidak maruk. Kaya tapi dermawan. Kaya tapi sederhana.
Buktinya? Ketika
Rasul SAW wafat, tak ditinggalkannya hutang sedikit pun kepada ahli warisnya,
tapi juga tak meninggalkan harta. Begitulah. Sederhana.
Kita lahir dalam
keadaan tak punya apa-apa. Maka mati pun tak ada apa-apa. Tak menanggung hutang
kepada orang lain. Juga tak memberi iming-iming harta kepada yang kita
tinggalkan. Zero. Itulah kita soal harta.
Jadi jika baru
punya sedikit uang, jangan belagu. Belagunya gimana? Ya dengan belanja
sana-sini, ini-itu, yang sebenarnya bukan kebutuhan mendesak kita. Hanya
sekedar memuaskan nafsu dan keinginan sesaat.
Yang lebih parah
lagi jika uang itu dari hutang. Jika pun terpaksa kita berhutang, itu untuk
keperluan yang sangat sangat mendesak saja. Dan cukup berhutang kepada yang
sangat kita percaya saja. Setelah itu, berusaha keras untuk melunasinya.
Dalam soal hutang,
Islam juga sangat sederhana. Bagi yang kesulitan, orang yang menghutangi lebih
baik memberi tangguhan waktu. Tapi tetap hutang itu hak nya pemberi hutang,
jadi jika ingin mengambil haknya silahkan saja asal tidak menyalahi
kesepakatan.
Bicara tentang
hutang, rasanya dekat dengan kita ya? Saya berdo’a, semoga kita semua segera
terbebas dari hutang-hutang.. :)
Ya intinya, Rasul
mengajarkan kita hidup sederhana. Tidak bermewah-mewahan. Kalau pun punya
banyak harta, semua diinfakkan untuk berlangsungnya dakwah Islam. Bukan untuk
kesenangan duniawi semata.
Jika kita
bersenang-senang di dunia, belum tentu kita bisa selamat di akhirat kelak.
Karenanya, bersikap proporsional itu lebih baik menjadi pilihan. Ketika kita
butuh, kita pakai. Ketika tidak butuh ya tidak dipakai. Bisa jadi disimpan,
atau diberi kepada yang lain sebagai infak atau sedekah.
Begitu pun kita
dalam menghadapi segala masalah hidup. Jika kita punya masalah, kecil atau
berat, segera selesaikan. Jangan tunda-tunda. Jangan menumpuk-numpuk. Jika
sudah selesai, pindah menyelesaikan masalah yang lain.
Janganlah mengulang
masalah yang sama pada orang yang sama. Jika begitu, lebih baik resign.
Daripada menumpuk citra negatif terhadap diri kita dari orang tersebut. Bukan
pengecut. Sikap ini lebih bermakna penyelamatan.
Kalau seandainya
yang bermasalah kita, maka bisa diperbaiki. Tapi jika yang memiliki masalah
adalah orang lain? Berkali-kali telah kita ingatkan, tak jua berubah. Apakah
kita hendak memaksa? Nah, hindari saja orang yang seperti ini. Simple kan? Life
is not easy, but simple to do. :)
0 komentar:
Posting Komentar