Kata ayah waktu itu..

Tak perlulah engkau menjadi orang yang paling bisa di semua hal. Tapi tak ada yang yang dapat menghalangimu untuk bisa semua hal.
-dari sana ku belajar untuk bekerja keras-

Kalau kamu rajin, apapun yang kamu inginkan akan terkabul.
-dari sana ku belajar untuk menjadi anak yang tak kenal putus asa/menyerah-

Pandanglah ke depan, Nak! Yang lalu biarlah berlalu.
-dari sana ku belajar untuk tak berfikir sempit-

Ayah mengajarkan dengan caranya sendiri tentang perjalanan hidup.
Ia bukan mereka yang mendakwahkan Islam di mimbar majlis. Bukan pula yang berada di garda terdepan dalam aksi penegakan syari’ah.
Tapi, aku menjadi bagian dalam kisah besar sejarah perjuangan tegaknya khilafah adalah karna pesan ayah di setiap diskusi-diskusi kecil.
Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baiknya balasan..

bintang

embun meninggalkan tetesan di sudut desa kita.
masih teringat,
sosok yang menyematkan
sederet teori tentang
tumbuh-kembang hijau desa.
siluet dalam senja,
menemani imajinasi dalam mimpi.

langkahnya pasti, menuntun masa depan.
wajahnya bagai rembulan yang memercikkan kehangatan.
lakunya ibarat bintang,
serupa antares, berjuta kali lebih besar dari mentari di siang yang terik.
walau terhenti di bangku sekolah,
tak ia biarkan anaknya bodoh tergilas zaman.
ia mengais waktu demi jutaan rupiah,
demi sang anak sukses lulus sarjana.

kala ia kelelahan di malam yang gelap,
keringatnya ia tukar dengan kecupan hangat di kening.
bukan keluhan karna letih,
tapi senyum tenang yang ingin ia tangguhkan.
tiada hari tanpa munajatnya
di sepertiga malam saat manusia terlelap,
menyematkan qalbu yang rindu kesih sayangnya.

bintangku,
nurani yang menenangkan jiwa

Pembuangan Tinja di Sekitar Kita

Di mana biasanya kita membuang sisa-sisa kotoran tubuh kita [tinja]? Tahukah Anda ke mana tinja tersebut 'lari' dari 'limbah' WC?

Ternyata, fenomena pembuangan tinja sudah menjadi hal biasa, bahkan di sembarang tempat.

Tinja diangkut oleh mobil tangki untuk kemudian dialihkan ke got-got di pinggiran jalan atau sungai yang sudah tak terpakai.

Sungai Cisadane, misalnya, sudah menjadi tempat pembuangan tinja rutin bagi oknum tertentu.

Ke mana aliran sungai tersebut?
Ia mengalir ke aliran PAM! Bisa dibayangkan bila air yang kita gunakan untuk mandi, mencuci, dan minum terkontaminasi dengan tinja. Tak jarang pula tinja itu digunakan untuk pengairan sawah dan lahan sayuran. Dapat dipastikan sayuran itu menjadi tercemar.

Hasil penelitian di Puslit Limatologi LIPI, cibinong, mengatakan bahwa sayur bayam yang diairi oleh tinja dan sampel air yang diambil dari air sungai yang berasal dari aliran sungai 'penampung' tinja itu telah tercemar racun bagi manusia.

Warga sekitar merasakan akibat buruknya. Bau yang menyengat tentu saja mengganggu aktivitas warga. Rumah makan yang ada di sekitar sana pun terpengaruh oleh bau uapnya yang naik ke atas bercampur dengan angin yang dihirup manusia.

Warga sekitar akhirnya memrotes kegiatan pembuangan tinja tersebut ke sunga, namun protes yang telah mereka lancarkan selama 3 tahun tak juga mendapat tanggapan positif dari pemerintah pada perubahan cara pengelolaan tinja yang tak merugikan masyarakat.

Bahkan oknum yang rutin menjadikan sungai sebagai limbah tinja mengaku bahwa setiap 1 kali pembuangan tinja ke sungai mereka membayar hingga Rp.6.000,- entah ke sumber mana.

Bila menengok hukum negri ini, aktivitas itu pelakunya bisa dikenakan denda Rp.500.000.000,- atau sama dengan 10 tahudn penjara. Hal itu tertuang dalam pasal 41&43 UUD No 53 tahun 1997. Tak ada jera dengan sanksi itu, sungai tetap menjadi tempat pembuangan tinja liar, karna tak punya alternatif selain sungai atau got dipinggir jalan.


Bagaimana sebenarnya kinerja pemerintah dalam mengatasi pembuangan tinja?
Di Cibitung, ada tempat pembuangan tinja resmi dari pemerintah, yang diberi nama Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja [IPLT].

Di sana, tinja dibuang ke tempat pengadukan untuk diolah lagi lalu ampasnya ditampung, airnya dialirkan ke sungai. Lumpur tinja itu bisa dimanfaatkan menjadi pupuk.

Namun sayang, pengelolaannya masih tidak terurus dan berfungsi dengan baik. Dan warga sekitar tetap dirugikan oleh baunya, karna mesin pelebur tinja tidah tertutup.

Warga sekitar pun protes, tapi juga tak ada tindak lanjut dari pemerintah. Bahkan kepala IPLT Bantar gembang, Naseh, dan Kepala Bidang Kebersihan, H. Abdul malik, menganggap tak ada masalah dengan proses pengelolaan tinja dan semuanya berjalan baik-baik saja.
Ironi sekali ya.

Surat Cinta Sejatiku untuk Presiden dan Wakil Presiden RI (2009-2014)

Teruntuk Bapak Presiden dan Wakil Presiden (2009-2014)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaarakatuh.

Perkenalkan, saya adalah seorang mahasiswi, yang memiliki semangat tinggi untuk menjadikan Indonesia negara yang maju, kuat dan mandiri.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang terhormat.

Kita sama-sama tahu bahwa Indonesia adalah negeri yang kekayaan alamnya berlimpah ruah. Bahkan, disebut sebagai negeri gemah ripah loh jinawi. Dimana jika dihitung, sumber daya alam (SDA) wilayah Indonesia saja seluas 1,9 juta kilometer persegi (190 juta hektar) dan wilayah lautan (termasuk ZEE) seluas 5,8 kilometer persegi, dan beraneka ragam potensi baik sumber daya mineral, energi, hutan, maupun laut. Namun, sayang, potensi sumber daya alam (SDA) Indonesia yang tak tertandingi ini belum juga berhasil mengentaskan kemiskinan dan Kesulitan hidup yang kini masih dirasakan mayoritas warga negeri ini; kesulitan biaya pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, makanan, pakaian, dan sebagainya. Melihat kondisi seperti ini, tentu saya sangat sedih. Dan, pastinya Bapak Presiden beserta Wakil Presiden sudah mengetahui jeritan rakyat ini.

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang terhormat.

Pada 18 Oktober 2009 lalu, saya dan ribuan mahasiswa Islam dari berbagai penjuru Indonesia menggelar Kongres Mahasiswa Islam Indonesia (KMII) di Halaman Hall basket senayan, Jakarta. Dimana Kegiatan ini kami maksudkan untuk menyamakan visi intelektual guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Dan pada acara ini, kami, mahasiswa Islam Indonesia, telah bersumpah dengan nama Allah. Inilah sumpah kami: 

“Bahwa sejak kemerdekaan hingga lebih dari enam dekade, sekulerisme telah mengatur Indonesia, terlepas dari siapa pun yang berkuasa. Hal yang sama juga terjadi di negeri-negeri muslim lainnya. Sistem sekuler telah menyebabkan rakyat terus menerus hidup dalam berbagai krisis yang tidak berkesudahan. Sampai saat ini, fakta kemiskinan, kebodohan, kezaliman, ketidakadilan, disintegrasi dan berbagai problem lain, termasuk penjajahan dalam segala bentuknya, senantiasa mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya. Sistem sekuler telah mengakibatkan potensi sumber daya alam dan kekayaan mineral yang sangat melimpah tidak mampu membuat rakyat hidup dalam kebaikan. Justru sebaliknya, rakyat hidup dalam penderitaan. Semua potensi dan kekayaan alam yang dimiliki seolah tidak memberikan arti apa-apa buat hidup rakyat”.
Oleh karena itu, setelah kami melihat, mencermati dan menganalisa fakta kerusakan yang ada serta merumuskan kondisi ideal, maka Demi Allah, Zat yang jiwa kami berada dalam genggaman-Nya, kami mahasiswa Indonesia bersumpah :
1. Dengan sepenuh jiwa, kami yakin bahwa sistem sekuler, baik berbentuk kapitalis-demokrasi maupun sosialis-komunis adalah sumber penderitaan rakyat dan sangat membahayakan eksistensi Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya.
2. Dengan sepenuh jiwa, kami yakin bahwa kedaulatan sepenuhnya harus dikembalikan kepada Allah SWT –Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan- untuk menentukan masa depan Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya.
3. Dengan sepenuh jiwa, kami akan terus berjuang tanpa lelah untuk tegaknya syari’ah Islam dalam naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya.
4. Dengan sepenuh jiwa, kami menyatakan kepada semua pihak bahwa perjuangan yang kami lakukan adalah dengan seruan dan tantangan intelektual tanpa kekerasan.
5. Dengan sepenuh jiwa, kami menyatakan bahwa perjuangan yang kami lakukan bukanlah sebatas tuntutan sejarah tetapi adalah konsekuensi iman yang mendalam kepada Allah SWT.”

Bapak Presiden dan Wakil Presiden yang mudah-mudahan dirahmati Allah.

Perjuangan kami bukanlah perjuangan pragmatis, melainkan perjuangan ideologis Islam. Kami bertekad menyatukan dan membangun visi intelektual mahasiswa menuju Indonesia yang lebih baik. Bila sosialisme-komunisme telah diterapkan di negeri kita oleh tangan Soekarno saat orde lama dan terbukti tidak dapat menyejahterakan rakyat. Lalu kapitalisme-sekulerisme pun telah ditegakkan dari zaman Soeharto (sejak orde baru, orde reformasi hingga kini) belum juga rakyat sejahtera dan maju, apa salahnya kita singkirkan dua ideologi dunia tersebut dan beralih pada ideologi yang satu-satunya berasal dari Sang Pencipta kita, yaitu Islam. Dan, terakhir marilah kita tadaburi ayat Allah SWT. ini:
“andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka [Alqur'an] tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.”(QS. Al-mu'minuun : 71)

Jakarta, 21 Oktober 2009
Tertanda,
Crafty Rini Putri
riwayah@gmail.com

rakyat, wakil rakyat

aku, bukan ia yang tertawa
 bukan pula ia yang bangga oleh segudang gelar
kediamanku di kerajaan hati,
tak seangkuh miliknya
tak jua sehina miliknya.
memori otakku,
layaknya para buruh di tepian tegar mencari nafkah,
sorak sorai pada pejabat demi kelayakan hidupnya.
jauh dengan ia,
yang tak mau turun dari singgasana, berlimpah makanan, harta penuh.
tersenyum kecut merasa jijik pada aksi para buruh,
dianggap bodoh dalam demo-demo kampungan.
dalam diam, kurenungkan nasib bangsa:
akankah hancur ditelan masa dengan aturan itu-itu saja,
ataukah pergantian presiden cuma sarat, formalitas, yang tak kunjung menepati janjinya,
bukankah buruh juga rakyat.
lantas,
di mana tanggung jawab ia; pak presiden, dpr, mpr, dan kawan-kawan; yang katanya wakil rakyat

AKU, HAMBA, DAN UANG

Tuhan, di mana Engkau?
Aku mengarungi pagi hingga petang dengan peluh keringat bahkan seringkali darah menghias tubuh lemahku. Kenapa Kau ciptakan aku sebatangkara? Bagai harimau yang siap menerkamku kapan saja, aku dikejar-kejar oleh bayang kehimpitan. Aku tak punya uang! Mengganjal lapar dengan butiran nasi bekas di kotak sampah. Mengapa aku tak bisa hidup tanpa satu sen uang? Tuhan, dunia ini sangat mahal!

*

Pagi ini kukayuh lagi nyaliku mengemis di pinggir jembatan. Kupikir masih ada orang baik yang akan lewat memberiku nasi. Tapi aku tak dapati apapun selain kepingan uang. Dentingan uang itu terdengar jelas di telingaku. Lagi-lagi badan kumuhku hanya berhasil menggugah orang lain menyisihkan sedikit recehan dalam mangkuk kecilku. Ah, makan apa aku dengan uang logam ini? Ingin sekali aku pulang, untuk tidur nyenyak di kasur empuk, tapi di mana? Rumahku beratap langit, beralas bumi, tak seindah milik mereka yang berduit itu!

Bajuku kini compang-camping, karna aku tak punya persediaan selain yang sedang kupakai ini. Mengapa aku tak pernah bertemu dengan hambaMu yang baik? Aku memang tak pernah shalat sejak diusir ibu majikan karna ulahku yang khilaf mencuri sedikit uang di laci kamar tidurnya. Tapi aku masih punya agama! Aku orang Islam! Kerudung lusuhku ini, bukankah seharusnya memancing empati orang lain? Terutama mereka yang sering shalat, yang katanya dekat denganMu! Ah, mereka sangat pelit! Semakin berduit banyak, semakin mau lebih banyak lagi! 

Remaja belia seumurku pasti sedang menikmati dunia fantasinya. Mereka menghambur-hamburkan uangnya sekedar beli jajan untuk cemilan, atau membeli buku biar makin pintar, bahkan yang parah, ratusan ribu hanya untuk memoles kecantikan di salon! Kadang aku tergiur juga untuk punya banyak uang. Tapi... apa nanti aku akan menjadi seperti mereka? Lupa denganMu? Ah! Bodoh sekali aku!

*

Beberapa hari lalu aku melihat orang kaya keluar dari warteg di gang-gang sempit yang biasa kulewati. Warteg itu sangat besar dan terkenal kelezatan makanannya. Dia membawa sejinjing makanan dari warteg itu. Ingin sekali kurebut dan kubawa lari. Saat niatku itu sudah sangat memuncak, dengan sisa tenaga aku berlari ke arah gadis itu, tapi... tiba-tiba langkah gadis itu tertahan. Kantong plastik berisi nasi ia beri kepada kakek tua yang menggigil di depan pojok warteg. Si kakek tua menerima dengan berbinar, lantas sang gadis pergi naik angkot. Aku bergeming. Tuhan, inikah hambaMu yang baik itu...? Kakiku lemas. Niatku berganti menjadi ingin mengejarnya, tapi angkot berlalu dengan cepat. Aku terduduk di pinggir jalan. Ahh...!

*

Saat malam tiba, aku masih sibuk berfikir tentang ’makan apa aku??’ perutku benar-benar penuh dengan angin. Lemas sekujur tubuh, Tuhan... mengapa uang ini tak pernah cukup untuk membeli nasi di warteg? Baik! Aku akan mengais sisa makanan di kotak sampah lagi! Rasa jijik telah kulupa bagaimana. Yang penting aku makan! Makan yang bisa dimakan! Aku meniti nasi bungkus sisa yang hampis basi.

*

Mentari terik menemani tidur panjangku di pinggir jembatan. Dengan apa lagi kupertaruhkan hidup yang hanya seonggok debu ini? Ah Tuhan, aku hampir tak percaya padaMu! Saat mereka bertopeng dengan pakaian eksklusif berjalan penuh angkuh, mempertuhankan uang! Lalu kulihat pula beberapa diantara mereka mengingkari kenikmatan itu. Bukan hal jarang kusaksikan mereka berdiri hampa di atas jembatan ini, mengumpulkan keberanian untuk menghadapMu dengan cara pecundang. 

Kali ini kutatap seorang gadis, tinggi semampai, cantik sekali. Sepertinya aku pernah melihat gadis ini... tapi di mana ya? Ia berteriak kencang yang akhirnya membuyarkan kantukku. Lalu ia menangis sesenggukan. ’Tuhan...? kenapa Kau ciptakan aku seorang diri?! Untuk apa lagi aku hidup di dunia ini?!’ teriaknya. Aku muak sekali melihat gadis cantik berperawakan angkuh itu. Ingin kudorong saja ia sekalian biar orang-orang tak bermoral sepertinya segera hengkang dari bumi! 

’Hey Nona! Kau telah mengganggu istirahatku! Pergi sana!’ akhirnya itu yang kuteriakkan padanya. Ia menurunkan kakinya dari pegangan jembatan. Matanya menyorotkan kebencian, lalu ia mendekatiku, menantang. ’Heh, Kumuh! Ini jembatan bukan punya Elo! Gue mau teriak di sini kek, atau bahkan mati di sini, itu BUKAN urusan Lo!’ Aku bingung mengapa dia jadi marah padaku. Tapi kuladeni saja bentakannya. ’Bukan punyaku emang!’ ia menatapku jijik. ’Jadi terserah gue!!’ teriaknya lagi di depan mukaku. ’Jembatan ini punya Tuhan!!’ teriakku lantang. Ia kaget dan semakin marah. ’Apa Lo bilang? Tuhan?! Tuhan yang bikin hidup gue jadi menderita?! Tuhan yang udah ngambil mama, papa, dan adik gue?! Lo bilang jembatan ini punya Tuhan?!’ Dia menarik jubahku, ’Tuhan yang nyiptain Elo jadi kumuh gini?! Kenapa? Kenapa musti ada duka kalo hidup bahagia itu enak? Kenapa Tuhan ngambil kebahagian gue?! Kenapa? Jawab kenapa!!’ dia mengguncang-guncangkan pundakku. Entah apa dia lupa aku ini hamba kumuh hingga tangan lembutnya menyentuh tubuhku yang sangat kotor dan bau. Aku bergeming, menahan nafas. Ia masih menatap mataku tajam, seolah mencari jawab di sana. Tapi gadis itu lantas pergi karna aku tak juga bersuara, ia berlari kencang ke arah mobilnya.

Kejadian bodoh hambaMu itu sangat menggelitikku. Bahkan aku mampu mengingatkan mereka padaMu! Walau aku sendiri lupa! Gadis itu masih berkerudung, pasti dia sering shalat. Tapi mengapa ia berniat mengakhiri hidupnya dengan cara pecundang?! Mungkin saja ia adalah gadis sempurna yang lahir dari keturunan bangsawan yang kebetulan mengenalMu. Tapi aku tetap tak membenarkan perkataannya. Dunia ini tetap milikMu, walau tingkah para hamba sangat bertolak belakang dari kehendakMu. Bodoh, aku pun begitu! Ah, sudah berapa hari aku tak shalat...

*

Bertahun-tahun lamanya dalam keterasingan dunia sebagai hamba...

Sore di pinggir jalanan yang biasa kulewati, kulihat seorang gadis berjilbab merah ceria dengan senyum yang sangat hangat membagi-bagikan bungkusan nasi kepada beberapa anak kecil kumuh yang berjajar menengadahkan tangan dengan muka yang riang dan lega. Gadis itu tersenyum haru. Tadinya aku berniat mendekatinya, berkenalan. Tapi gairah itu musnah seketika, hasratku untuk hidup dan makan enak telah hilang, bahkan aku puas menjadi diriku yang kumuh, yang kotor, dan tak kenal Tuhan. Tatapanku nanar. Aku terduduk di kayu yang belum seberapa lapuk di tepi jalan sebelum jembatanku. Ya, jembatan ini sekarang milikku kukira, bukan Tuhan, karna aku tak percaya lagi pada Tuhan. Uang membuatku putus asa, dan melupakan Tuhan. Dari kejauhan masih kutatapi gadis itu, ia melihat ke arahku, dan tiba-tiba tersenyum gusar. Ah, masa bodoh! Aku merebahkan pundakku ke sandaran kayu, melelapkan diriku.

’Permisi... Assalamu’alaikum...’ suara lembut itu membangunkanku. Ia sangat terkejut. Aku sendiri bingung, dan memilih tak menggubrisnya.
’Mbak... Mbak yang waktu itu tidur di jembatan kan? Ya Allah...’ matanya berbinar. Aku menatapnya saat nama Tuhan itu disebut. Sudah lama sekali tak kudengar, apalagi kusebut sendiri. Ia duduk di sampingku, menatapku penuh arti. Aku kebingungan dibuatnya. Kenapa wajah gadis ini tak asing bagiku? Aku menghentikan aksi cuekku saat gadis itu menggamit tanganku dengan lembut.
’Namaku Lea, Mbak! Lea Wogefe.’ Ujarnya halus, hangat sekali kedengaran di telingaku. Tapi aku masih tak merespon. Aku telah menjelma menjadi wanita yang tak acuh.
’Mbak... makasih banyak ya, mbak udah ngingetin aku sama Tuhan. Subhanallah...’ lagi-lagi aku terkejut tiap namaNya disebut.
’Dulu aku sempat putus asa dengan hidupku. Aku ditinggal oleh mama, papa, juga adikku. Aku sendirian di rumah besarku. Aku punya banyak uang. Aku bisa membeli apa saja yang kumau. Tapi sejak kecelakaan pesawat yang membawa mama, papa, dan adikku itu pergi kehadiratNya, aku hilang arah. Aku menjadi wanita brutal, dengan teman-teman yang juga brutal. Aku hidup layaknya gadis jakarta dengan hingar bingar kehidupan hedonisnya. Tapi aku tetap bertopeng dengan pakaian ini.’ Ia menunjuk jilbabnya. Lalu melanjutkan,
’agar pamor keluargaku yang telah haji tak jatuh. Ah, Mbak... aku sangat berterimakasih padamu. Semenjak hari itu, aku menangis, aku ingat tentang amanat orangtuaku dulu. Aku sadar tentang diriku sebagai hamba...’ gadis cantik itu menangis, dan menggenggam tanganku erat. Aku tak dapat berkata-kata. Kerongkonganku kering. Nafasku seakan hampir sejengkal. Darah mengalir di urat-urat nadiku deras.
’Nggak. Aku bukan seorang hamba!’ Aku berdiri, tak tahan mendengar penjelasannya. Kuhempaskan tangannya.
’Maksud mbak?’ ia mengusap airmatanya.
’Aku bukan wanita alim yang tetap menjadi hambaNya di tengah galaunya hidup! Aku masih menuhankan uang!’ gadis itu terperangah, tapi aku tak peduli.
’Aku bukan hamba seperti yang kau kira! Uang...! Ya! Uang telah membutakanku! Karna uang, aku lupa dengan Tuhanku!’ aku teriak, meletup-letup.
’Tapi...?’ ia heran.
’Kau kira hanya orang berduit saja yang bisa lupa Tuhan?! Aku juga bisa lupa!!’ gadis itu kaget lagi, kali ini ia melotot kesal atau mungkin kecewa.
’Ahh... aku tak ingat lagi kapan terakhir kali aku shalat...!’ mataku menerawang ke depan jalan raya, beberapa kendaraan melesat agak kencang di depanku.
’Tuhan....!! di mana Engkau...?! Mengapa tak Kau tegur aku?! Atau tak kau cabut saja nyawaku?! Mengapa kau biarkan aku lupa...padaMu?! Tuhan....!’ aku berteriak kencang pada angin yang terbawa mobil-mobil yang melesat.
’Mbak....’ lea menyentuh pundakku lembut. Oh, sentuhan itu merasuk senada dengan nadiku. Aku tetap menatap angin. Lea mendekap pundakku.
’Innallaha ma’ana, Mbak... Dia sedang menyaksikan kita...’ aku menangis dalam syahdu udara yang menghembus senja yang temaram.

Dramaga, 7 desember 2009

setapak

melewati rerumput berdendang
dalam buaian terpaan udara bergerak.
sela-sela deburan tanah-tanah kecil berterbangan.
tembusan pada sejuk kaki senja.
saat cakrawala menampakkan keindahan mentari.
tapakan demi tapakan menyeringai sejurus lorong ke pelabuhannya.

DIBALIK V-DAY

Memasuki Februari, nuansa cinta mulai bertebaran di mana-mana. Di berbagai tempat seperti mall, supermarket, juga media massa, baik media cetak maupun elektronik turut menebarkan kemeriahan menyambut hari yang diperingati tanggal 14 Februari ini. Ya, Valentine’s Day atau disingkat V-Day, telah menjadi trend di kalangan remaja. 
Kalau saja remaja melihat sejarah dinobatkannya bulan februari sebagai bulan penuh cinta, mungkin akan bisa lebih cerdas dan kritis sebelum taklid/ikut-ikutan merayakan kebudayaan barat ini. Kalau kita tengok sejarah, ada banyak versi tentang asal muasal V-Day. 
Salah satu versi menyatakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M. Sebelum kematiannya ada seorang gadis anak sipir penjara yang mengobrol dengannya berjam-jam. Disaat menjelang kematiannya dia menuliskan catatan kecil “Love from your Valentine”.
Kemudian pada tahun 469 Paus Gelasius menetapkan 14 Februari sebagai tanda penghormatan buat St. Valentine. Lalu 14 Februari dijadikan momen untuk saling bertukar cinta, mengirim puisi, dan hadiah seperti bunga, coklat, boneka dan lain-lain. 
Selain itu perayaan bulan cinta ini biasanya ditandai dengan acara kumpul-kumpul, atau pesta dansa. Awalnya perayaan ini semacam upacara keagamaan, mengagungkan St. Valentine yang mereka anggap sebagai simbol ketabahan, keberanian, dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, jadi Valentine diperingati oleh pengikutnya sebagai upacara keagamaan. 
Namun perayaan ini beralih, bukan lagi upacara keagamaan, sejak abad 16 M upacara keagamaan itu dimulai berangsur-angsur hilang. Dengan perkembangan zaman, makna Valentine terus bergeser jauh dari arti yang sebenarnya. Faktanya, masyarakat terutama yang memperingati V-Day, tidak mengerti asal-usul V-Day. Yang mereka pahami, V-Day adalah ajang tukar kado, ajang kirim kartu ucapan “cinta”. Bahkan Prof. Charles Goerge menyarankan para remaja untuk melampiaskan hari Valentine tanpa memandang lagi mahram atau bukan, istrinya atau bukan, kakaknya sendiri pun mungkin juga. 
Misalnya saja perayaan Lupercalia, yang merupakan upacara persucian di masa romawi kuno (13-18 Feb). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) Juan Februata. Tanggal 14 Februari, para pemuda mengundi nama-nama gadis di dalam kotak, lalu setiap pemuda mengambil nama secara random dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk jadi obyek hiburan dan have fun. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan Srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut dengan anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Tentu pandangan ini sangat berbeda dengan Pandangan Islam. Dalam Islam, Valentine’s Day adalah budaya barat, yang justru menjadikan pergaulan prian dan wanita semakin buruk. Bagaimana tidak, bila di hari itu kemaksiatan seolah dilegalkan, yang katanya cinta, diidentifikasi dengan nafsu seksual. Sungguh miris, Indonesia yang mayoritas penduduknya Islam mudah dicekoki pemikiran-pemikiran budaya barat yang menyesatkan.
Saat ini, di Amerika misalnya pada hari Valentine orang-orang berkumpul mengadakan pesta dansa atau semisal, lantas berpesta seksual. Pernah diadakannya lomba kissing dalam waktu yang amat lama, dan bahkan banyak yang kehilangan virginitasnya di hari itu. 
Dan, sasaran empuk di sini yaitu remaja. Mereka tidak lagi menampakkan intelegensinya sebagai generasi cerdas yang kritis, justru dengan bangga lancar menggalakkan momen ini. Sayang sekali teramat minim menemukan generasi penerus yang berkualitas, yang tidak mengambil mentah-mentah budaya yang sama sekali tidak benar. Mayoritas remaja saat ini lepas dari pedomannya Alqur’an, justru yang ada membebek pada gaya hidup hedonis yang diajarkan barat. 
Jelas, perayaan hari valentine tidak ada dasarnya, apalagi menurut Islam. Jika alas an perayaannya adalah pengesahan terhadap hari berkasih sayang, mengapa harus dirayakan tanggal 14 Februari dan sehari saja. Padahal, menebarkan cinta (pada sesama) dianjurkan kapan saja (tentunya sesuai Syariat). 
Sudah sepatutnya kita tidak lagi terjerat dengan kebiasaan orang-orang barat. Karena, Rasulullah SAW telah bersabda:
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia menjadi bagian kaum tersebut”. (HR. Abu Daud)
Dalam hal ini, kesadaran bukan hanya dituntut pada individunya, namun juga masyarakat dan negara. Apabila negara dengan tegas menolak budaya apapun yang tidak baik dan melenceng dari ajaran agama (Islam), maka masyarakat yang sebagai kontrol sosial juga akan menciptakan suasana-suasana yang baik dan tidak keluar dari syariat. Tentu saja, setiap individu nantinya akan memiliki kesadaran berkehidupan islami jika suasana yang tercipta adalah suasana islam.
Ini bisa terwujud, jika negara menerapkan syariat islam secara kaffah/sempurna. Apabila hukum negara adalah hukum Islam, yang bersumber dari Al-Qur’an, hukum yang telah diciptakan oleh Allah untuk mengatur hidup manusia, maka tidak hanya pergaulan kita yang terjaga, tapi juga politik, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan, seluruh aspek kehidupan akan terjaga kemurniannya. Semoga kita tidak termasuk golongan orang-orang yang taklid (ikut-ikutan) kepada selain hukum Islam. Sudah saatnya kembali kepada Islam, kembali kepada Syariat yang diturunkan Allah sebagai pengatur hidup manusia.