rakyat, wakil rakyat

aku, bukan ia yang tertawa
 bukan pula ia yang bangga oleh segudang gelar
kediamanku di kerajaan hati,
tak seangkuh miliknya
tak jua sehina miliknya.
memori otakku,
layaknya para buruh di tepian tegar mencari nafkah,
sorak sorai pada pejabat demi kelayakan hidupnya.
jauh dengan ia,
yang tak mau turun dari singgasana, berlimpah makanan, harta penuh.
tersenyum kecut merasa jijik pada aksi para buruh,
dianggap bodoh dalam demo-demo kampungan.
dalam diam, kurenungkan nasib bangsa:
akankah hancur ditelan masa dengan aturan itu-itu saja,
ataukah pergantian presiden cuma sarat, formalitas, yang tak kunjung menepati janjinya,
bukankah buruh juga rakyat.
lantas,
di mana tanggung jawab ia; pak presiden, dpr, mpr, dan kawan-kawan; yang katanya wakil rakyat

0 komentar: