No Hurt You, No Hurt Me Too

Sering ya kita melihat orang yang dekat tapi seakan-akan jauh. Orang yang saling mencintai justru tampak saling membenci. Bagaimanakah mereka melewati hari-harinya? Sesak, pasti. Keadaan ini sangat tidak menyenangkan. Siapa yang ingin sehari-hari uring-uringan, ngeluh sana-sini, ngedumpet, sial ini-itu. Wah pokoknya nggak asik!

So, penting banget ada sahabat, partner, kakak, adik, ortu, atau bahkan pendamping sehidup semati.. (suami atau istri maksudnya)

Sudah saatnya kita cari dan ciptakan sahabat terbaik. Agar hidup berkah, tenang-nyaman setiap waktu. Yuk, simak!

Sungguh indah kehidupan orang beriman. Ia selalu tegar dalam mengarungi dunia. Saat ia bersemangat, ia salurkan energi itu kepada yang lain. Saat ia futur (dalam keadaan lemas/dari sebelumnya semangat), ia tak terjerembab berlama-lama dengan hidup yang loyo. Ia justru segera tegak mencari perlindungan dari sosok-sosok yang bisa mengembalikan dan menaikkan imannya.

Sehari-hari dipenuhi dengan nasehat. Yang dipersembahkannya kepada sahabat yang ia cinta. Dan yang terlantun manis dari sahabat untuk menguatkannya. Tak ada kebencian di sana. Karena hanya kebaikan yang diharap.

Keberadaan sahabat, baginya sama sekali bukan candu. Terjamin hanya orang baiklah yang menjadi sahabatnya.

Sebagaimana Nabi kita bersabda,

“Al-mar’u ‘alaa dini khalilihi, falyanzhur ahadukum man yukhalilu.”
(Seseorang itu tergantung pada din sahabatnya. Karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan dengan siapa ia bersahabat). HR. Ahmad.
Bila kita berkawan dekat dengan sang pendosa, tukang maksiat, maka cukupkanlah untuk mengingatkannya ke jalan yang lurus. Tanpa harus berkawan karib dengannya. Bila kita tetap akrab dengannya yang suka mengumbar hal negatif, maka mau tak mau, lambat atau cepat, sedikit demi sedikit, kita akan terpengaruh dengan kebiasaan buruknya.

Benarlah sebuah hadits Muttafaq’alaih berikut:

Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra.,

“Sesungguhnya kawan duduk dalam rupa orang yang shalih dan kawan duduk dalam rupa orang yang suka maksiat adalah seumpama tukang minyak wangi dan pandai besi. Tukang minyak wangi boleh jadi akan mencipratkan minyak wangi ke badanmu, atau engkau membeli minyak wangi darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Adapun pandai besi, boleh jadi memercikkan api ke bajumu atau engkau mendapati bau busuk dari dirinya.”
Karenanya, sahabat dapat kita temui di tempat-tempat baik, bukan sebaliknya. Hanya dengan begitu, kita akan selalu nyaman berdekatan dengannya, tak mudah sakit hati oleh laku dan ucapnya.

Membangun Keluarga yang SaMaRa

 
Kita sering mendengar, banyak orang yang mendo’akan pasangan pengantin baru dengan“Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah,” namun sedikit sekali yang memiliki pemahaman utuh tentang do’a tersebut.

Sebagai seorang muslim, kita harus memiliki gambaran aturan Islam yang utuh tentang hal-hal yang patut diperhatikan pada pra pernikahan, pada saat berlangsung pernikahan, danpasca pernikahan. Sehingga seseorang yang akan, sedang, dan telah lama melalui kehidupan rumah tangga bisa menjadikan Islam sebagai pedoman.

Saat ini, perhatian mayoritas masyarakat lebih sering hanya tertuju pada seremonial pernikahan, sementara sisi penting pasca pernikahan yaitu keberlangsungan menjalani hidup baru dengan suatu aturan nyaris tidak diperhatikan. Inilah pentingnya persiapan sedini mungkin.

Menjalani kehidupan rumah tangga tak lepas dari masa-masa sulit. Permasalahan demi permasalahan mulai dari yang sederhana hingga masalah besar dan terbilang prinsipil akan mewarnai biduk rumah tangga insan. Karenanya, dalam membangun keluarga yang sakinah dibutuhkan Syari’at Islam sebagai rujukan. Tuntunan yang akan mengiringi perjalanan kehidupan rumah tangga dan keluarga.

Apa sebenarnya makna SaMaRa? Sakinah. Mawaddah. Wa Rahmah.

Sakinah yang berasal dari kata as-sakan, sama maknanya dengan al-mi’nan, berarti ketenteraman dan kedamaian. Suami merasa tenteram di sisi istrinya, istri pun merasa tenteram di sisi suaminya, ada timbal balik. Kehidupan yang seperti ini penuh dengan persahabatan.

Mawaddah maknanya adalah saling mencintai. Yang dominan di sini unsur fisik. Berdasarkan hadits, dinikahinya wanita itu karna empat perkara, salah satunya adalah kecantikan. Yang bisa memunculkan kecintaan dominan dari fisik, itu bukan sesuatu yang salah, itu fitrah. Misalnya, bagi istri, orang yang paling gagah dan tampan adalah suaminya. Begitu pula bagi suami, istrinya adalah wanita tercantik sedunia. Terdengar berlebihan, tapi begitulah gambaran mawaddah.

Rahmah berarti kesetiaan, perhatian, dan rasa sayang. Sifatnya lebih objektif, yakni kasih sayang untuk kepentingan orang yang dikasihsayangi. Hal ini didapatkan dari sisi lain cantik fisik. Contohnya, seorang istri yang sibuk mengurus anak yang sedang sakit, lalu rambutnya berantakan, namun di sinilah justru muncul rahmah. Yakni ketika sang suami melihat istrinya telah berusaha keras menjaga dan mengurus anaknya yang sedang sakit.

Keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah hanya bisa diwujudkan oleh suami yang shalih dan istri yang shalihah. Berikut adalah kriteria suami yang shalih:
 1.    Memberi nafkah
 2.    Menggauli istri dengan baik (al-’usyroh hasanah)
 3.    Melindungi istri sebagai kehormatannya
 4.    Menghukumi secara syar’i serta tidak membenci istri
 5.    Tidak boleh menjelek-jelekkan/memburukkan
 6.    Tidak boleh membencinya
  
Adapun kriteria istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1.    Ta’at pada Allah SWT dan suami
2.    Berhias untuk suami
3.    Mengurus rumah, menjaga dirinya dan harta suaminya
4.    Membantu suami menggapai akhirat
5.    Memergauli suaminya dengan baik

Dengan memahami makna SaMaRa, dan tahu bagaimana mewujudkannya, maka tinggal memraktekkan apa yang telah dituntun Islam.