Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label artikel. Tampilkan semua postingan

Malam Pertama di Baitul Ilmi, Rumah Asrama MHTI Chapter UNJ



“Hari ini harus menginap di Jakarta..” desisku dalam hati

Crowded dengan banyak urusan, ditambah lagi tubuh perlu segera diistirahatkan. Apalagi kubawa ‘Aisyahku, si kecil manis yang baru satu setengah tahun usianya. Aku termenung, berfikir dan terus berfikir. A..ha!

“Mba, hari ini..bolehkah bermalam di baitul ilmi?”

Begitu bunyi smsku pada salah seorang teman, yang tinggal di Baitul Ilmi, Asrama Mahasiswi-nya MHTI Chapter UNJ.

“Boleh.. Ditunggu ya, :)” jawabnya singkat melalui pesan singkat elektronik, melegakan hatiku.


***


Semilir udara membawaku ke sebuah komplek penduduk yang dekat dengan kampus UNJ. Komplek padat yang diisi oleh banyak penjual makanan dan minuman. Ini kompleknya Mahasiswa UNJ, gudangnya kos-kosan..

Setibanya aku di gerbang rumah tingkat pink, aku mengetuk dan mengucap salam. Ramai orang menjawab salamku dan mempersilahkanku masuk. Rupanya mereka sedang meeting asrama, jadi semuanya kumpul di aula asrama.Salah seorang di antaranya langsung menawarkanku,

“Kak, yuk tidur di kamarku aja. Kakak istirahat aja dulu dengan ‘Aisyah. Ayo Kak kuantar...” aku mengangguk, senyum.

Adik manis itu mempersilahkan aku masuk ke kamarnya, cepat-cepat ia bawakan kasur khusus untuk kami. Setelah duduk di kasur, ia bawakan segelas air putih besar. Masya Allah..

“Wah syukran ya Dek... Tau aja nih!” ia senyum-senyum sumringah

“Sip.. Oke Kak. Kakak istirahat dulu. Kalau ada apa-apa bilang ya Kak.. Aku lanjutin rapat di aula..” ujarnya bersemangat, dan ramah. Ia balik arah ke aula yang tak jauh dari kamarnya. Tak lama, ia datang lagi,

“Kak, udah makan belum? Yuk Kak makan dulu, aku punya rendang telur,” kali ini senyumnya hangat bersahabat

“Udah Dek. Makasih banyak nih..” ucapku sambil tersenyum dan dijawab lagi dengan senyumnya


***


Malam semakin lama semakin larut. ‘Aisyahku semangat bermainnya belum juga surut. Adik manis tadi bersama adik lain di sana mengajaknya bermain, sampai capek, dan terkantuk-kantuk. Mereka menemaniku dengan ‘Aisyah, sambil mengobrol tentang potensi dan passion seseorang pada bidang tertentu. Aku sharing pengetahuan yang kudapat di kuliah BK. Asik sekali obrolan kami, hingga akhirnya ‘Aisyah mulai rewel mengantuk.

Langsung kukeloni putri kecilku ini, dan tak perlu waktu lama, ia tertidur pulas. Adik-adik yang lain ikut mengantuk dan tidur di kamarnya masing-masing.


***


“Kak, sudah sholat belum?” tanya adik manis di kamar mungil ini, sekitar waktu fajar.

“Oh iya Dek..” kulangkahkan kakiku untuk berwudhu dan sholat. Di aula, ia telah menyiapkan sajadah dan mukenanya untuk kupakai. Luar biasa adik ini.

Seusai sholat, ia bertanya lagi tentang sarapan pagi. Ia mengajak ‘Aisyahku dan bersama adik-adik lainnya keluar rumah untuk membeli nasi uduk.

Kugunakan pagi itu untuk membereskan kamar dan mengobrol dengan Mba Asrama di sana. Asyik sekali kami mengobrol, tentang dakwah, dan lainnya, sampai ‘Aisyah datang. Saat aku mau membayar nasi uduk, adik manis itu menolak. Ia beralasan bahwa itu termasuk suguhan kepadaku, dalam rangka memuliakan tamu. Luar biasa.


***


Pagi yang indah. Diwarnai persaudaraan yang indah. Cinta yang indah. Kasih sayang yang indah. Sungguh indahnya ukhuwah Islamiyah...

Aku belajar tentang ketulusan. Tentang persaudaraan.

Sesuatu yang dapat menumbuhkembangkan cinta. Yang hanya mekar bersemi bak bunga-bunga di taman dakwah.

Malam pertama di Baitul Ilmi. Kesan yang sangat indah dan terkenang di sanubari.

Berlinang Air Mataku Saat Sesuap Nasi Bungkus Itu Ia Makan dengan Lahapnya



Setiap kehidupan manusia, tak pernah lepas dari beragam ujian, ringan hingga teramat berat. Ujian demi ujian yang melengkapi hidup itu bukanlah sesuatu yang tak terencana. Walau tak mampu manusia memprediksinya, tapi Allah Yang Maha Kuasa telah menyusunnya.

Karenanya ketika ada yang tak suka bahkan benci dengan cobaan, sejatinya bukan karna cobaan itu yang buruk, tapi karena sikap orang yang menghadapinya. Maha benar Allah yang telah berfirman,


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216)


Baru-baru ini, Jakarta dikepung oleh banjir. Siapa yang suka banjir? Air menggenang seperti kolam, hingga bisa leluasa berenang? Tentu bukan itu yang terfikir oleh orang-orang yang menghadapi cobaan banjir. Melainkan, mereka akan berfikir, setelah ini bagaimana dan bagaimana? Apakah banjir akan datang lagi esok hari? Apakah lebih besar? Kapan ini berakhir?

Bagi sebagian warga Jakarta yang terbiasa mendapat 'kiriman' banjir dan tidak terlalu parah apalagi orang 'berduit', mereka bersikap biasa-biasa saja. Bahkan terkesan acuh tak acuh. Namun mereka yang rumahnya terendam banjir, lantas menganga ketika sebagian besar barang-barang di rumahnya yang tidak seberapa itu lenyap dimakan banjir, tentu akan terasa teramat sesak.

Maka bersyukurlah Anda. Bersyukurlah kita. Masih bisa makan, mandi, mencuci, dan bahkan masih bisa mengaji bekerja dengan nyaman. Bersyukurlah...

Karena ada di suatu daerah, yang tempatnya terletak di pedalaman Jatinegara. Bagian dalam, di sebuah daerah bernama tanah rendah. Ketika memasuki area itu, kita akan menemukan mata-mata yang tak tidur karna was-was, yang menahan lapar hingga melamun, yang ketika bantuan makanan datang dari sebuah posko, mereka langsung menyerbunya, dan berkata, "Alhamdulillah.. yes, ayam!"

Mungkin di antara kita biasa makan ayam, tapi mereka? makan nasi pun, pasti sudah bersyukur...
Lantas di sudut-sudut rumah kita akan melihat, mereka yang berjejer duduk langsung menyantap makanan yang diambilnya dari posko, dengan tangan yang tak tahu sudah dicuci atau belum, dengan wajah yang sangat berbinar.

Pernahkah kita membayangkannya???

No Hurt You, No Hurt Me Too

Sering ya kita melihat orang yang dekat tapi seakan-akan jauh. Orang yang saling mencintai justru tampak saling membenci. Bagaimanakah mereka melewati hari-harinya? Sesak, pasti. Keadaan ini sangat tidak menyenangkan. Siapa yang ingin sehari-hari uring-uringan, ngeluh sana-sini, ngedumpet, sial ini-itu. Wah pokoknya nggak asik!

So, penting banget ada sahabat, partner, kakak, adik, ortu, atau bahkan pendamping sehidup semati.. (suami atau istri maksudnya)

Sudah saatnya kita cari dan ciptakan sahabat terbaik. Agar hidup berkah, tenang-nyaman setiap waktu. Yuk, simak!

Sungguh indah kehidupan orang beriman. Ia selalu tegar dalam mengarungi dunia. Saat ia bersemangat, ia salurkan energi itu kepada yang lain. Saat ia futur (dalam keadaan lemas/dari sebelumnya semangat), ia tak terjerembab berlama-lama dengan hidup yang loyo. Ia justru segera tegak mencari perlindungan dari sosok-sosok yang bisa mengembalikan dan menaikkan imannya.

Sehari-hari dipenuhi dengan nasehat. Yang dipersembahkannya kepada sahabat yang ia cinta. Dan yang terlantun manis dari sahabat untuk menguatkannya. Tak ada kebencian di sana. Karena hanya kebaikan yang diharap.

Keberadaan sahabat, baginya sama sekali bukan candu. Terjamin hanya orang baiklah yang menjadi sahabatnya.

Sebagaimana Nabi kita bersabda,

“Al-mar’u ‘alaa dini khalilihi, falyanzhur ahadukum man yukhalilu.”
(Seseorang itu tergantung pada din sahabatnya. Karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan dengan siapa ia bersahabat). HR. Ahmad.
Bila kita berkawan dekat dengan sang pendosa, tukang maksiat, maka cukupkanlah untuk mengingatkannya ke jalan yang lurus. Tanpa harus berkawan karib dengannya. Bila kita tetap akrab dengannya yang suka mengumbar hal negatif, maka mau tak mau, lambat atau cepat, sedikit demi sedikit, kita akan terpengaruh dengan kebiasaan buruknya.

Benarlah sebuah hadits Muttafaq’alaih berikut:

Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra.,

“Sesungguhnya kawan duduk dalam rupa orang yang shalih dan kawan duduk dalam rupa orang yang suka maksiat adalah seumpama tukang minyak wangi dan pandai besi. Tukang minyak wangi boleh jadi akan mencipratkan minyak wangi ke badanmu, atau engkau membeli minyak wangi darinya, atau engkau mendapatkan bau harum darinya. Adapun pandai besi, boleh jadi memercikkan api ke bajumu atau engkau mendapati bau busuk dari dirinya.”
Karenanya, sahabat dapat kita temui di tempat-tempat baik, bukan sebaliknya. Hanya dengan begitu, kita akan selalu nyaman berdekatan dengannya, tak mudah sakit hati oleh laku dan ucapnya.

Membangun Keluarga yang SaMaRa

 
Kita sering mendengar, banyak orang yang mendo’akan pasangan pengantin baru dengan“Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah,” namun sedikit sekali yang memiliki pemahaman utuh tentang do’a tersebut.

Sebagai seorang muslim, kita harus memiliki gambaran aturan Islam yang utuh tentang hal-hal yang patut diperhatikan pada pra pernikahan, pada saat berlangsung pernikahan, danpasca pernikahan. Sehingga seseorang yang akan, sedang, dan telah lama melalui kehidupan rumah tangga bisa menjadikan Islam sebagai pedoman.

Saat ini, perhatian mayoritas masyarakat lebih sering hanya tertuju pada seremonial pernikahan, sementara sisi penting pasca pernikahan yaitu keberlangsungan menjalani hidup baru dengan suatu aturan nyaris tidak diperhatikan. Inilah pentingnya persiapan sedini mungkin.

Menjalani kehidupan rumah tangga tak lepas dari masa-masa sulit. Permasalahan demi permasalahan mulai dari yang sederhana hingga masalah besar dan terbilang prinsipil akan mewarnai biduk rumah tangga insan. Karenanya, dalam membangun keluarga yang sakinah dibutuhkan Syari’at Islam sebagai rujukan. Tuntunan yang akan mengiringi perjalanan kehidupan rumah tangga dan keluarga.

Apa sebenarnya makna SaMaRa? Sakinah. Mawaddah. Wa Rahmah.

Sakinah yang berasal dari kata as-sakan, sama maknanya dengan al-mi’nan, berarti ketenteraman dan kedamaian. Suami merasa tenteram di sisi istrinya, istri pun merasa tenteram di sisi suaminya, ada timbal balik. Kehidupan yang seperti ini penuh dengan persahabatan.

Mawaddah maknanya adalah saling mencintai. Yang dominan di sini unsur fisik. Berdasarkan hadits, dinikahinya wanita itu karna empat perkara, salah satunya adalah kecantikan. Yang bisa memunculkan kecintaan dominan dari fisik, itu bukan sesuatu yang salah, itu fitrah. Misalnya, bagi istri, orang yang paling gagah dan tampan adalah suaminya. Begitu pula bagi suami, istrinya adalah wanita tercantik sedunia. Terdengar berlebihan, tapi begitulah gambaran mawaddah.

Rahmah berarti kesetiaan, perhatian, dan rasa sayang. Sifatnya lebih objektif, yakni kasih sayang untuk kepentingan orang yang dikasihsayangi. Hal ini didapatkan dari sisi lain cantik fisik. Contohnya, seorang istri yang sibuk mengurus anak yang sedang sakit, lalu rambutnya berantakan, namun di sinilah justru muncul rahmah. Yakni ketika sang suami melihat istrinya telah berusaha keras menjaga dan mengurus anaknya yang sedang sakit.

Keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah hanya bisa diwujudkan oleh suami yang shalih dan istri yang shalihah. Berikut adalah kriteria suami yang shalih:
 1.    Memberi nafkah
 2.    Menggauli istri dengan baik (al-’usyroh hasanah)
 3.    Melindungi istri sebagai kehormatannya
 4.    Menghukumi secara syar’i serta tidak membenci istri
 5.    Tidak boleh menjelek-jelekkan/memburukkan
 6.    Tidak boleh membencinya
  
Adapun kriteria istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1.    Ta’at pada Allah SWT dan suami
2.    Berhias untuk suami
3.    Mengurus rumah, menjaga dirinya dan harta suaminya
4.    Membantu suami menggapai akhirat
5.    Memergauli suaminya dengan baik

Dengan memahami makna SaMaRa, dan tahu bagaimana mewujudkannya, maka tinggal memraktekkan apa yang telah dituntun Islam.

Kembalikan Senyum



Bukan susah. Tapi kadang sulit sekali bagi beberapa orang untuk tersenyum. Tidak dipungkiri, hidup di zaman ini penuh dengan kemelut masalah. Wajar bila kemudian membuat wajah menjadi murung dan tampak sedih. Bagaimana tidak? Bila baru sejenak melangkahkan kaki keluar rumah saja sudah bisa menemui kemaksiatan di depan mata, misalnya dua anak muda yang mojok di pinggir jalan sedang pacaran. Bila bibir kelu untuk langsung menegur, maka wajah pun menjadi tertunduk, dan istighfar dalam hati. Bagus bila langsung bisa menegur bahwa perbuatan tersebut tidak layak dilakukan mereka, terutama bila mereka muslim. Karna sebaik-baik kita, bila ketika melihat kemungkaran, kita mampu mengubahnya dengan tangan, bila tak mampu kita mengubahnya dengan lisan, bila tak mampu juga, maka mengubahnya dengan hati, tapi yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman seorang mukmin.
Ini baru satu alasan mengapa mudah sekali bagi kita untuk murung atau menampakkan wajah sedih. Belum lagi bila bangun tidur kita mengingat bagaimana kondisi saudara-saudara kita ummat Islam di Timur Tengah yang mungkin disaat kita tertidur, mereka tak mampu melekatkan matanya karena selalu dalam keadaan was-was bila ada bom nyasar, misalnya.
Selain itu, tumpukan permasalahan, baik seputar pribadi, keluarga, atau hubungan pertemanan dan persaudaraan, kadang juga membuat kita enggan dan mati rasa untuk tersenyum dengan setulusnya.
Baik, bila alasan untuk cemberut lebih banyak daripada untuk tersenyum, maka sebaiknya kita merenungkan kembali tuntunan dari pribadi paling mulia di dunia ini, Rasulullah. Abdullah bin al-Harits bin Jaz’in ra berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling sering tersenyum selain Rasulullah.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah juga amat menyukai orang yang tersenyum, dan selalu mencontohkannya kepada siapapun. Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali ra, ia berkata, “Rasulullah tidak pernah melihatku kecuali selalu menyertainya dengan senyuman.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karenanya, masalah boleh datang bertubi-tubi, namun wajah tak boleh mengikuti rumitnya masalah yang ada. Justru sebaiknya semakin kusut benang masalah yang kita hadapi, semakin kuatlah alasan kita untuk tersenyum. Bukankah semakin beratnya masalah atau ujian adalah pertanda semakin kuatnya agama seorang mukmin? Rasulullah bersabda, ”Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi. Kemudian baru orang-orang yang lebih rendah derajatnya, berurutan secara bertingkat. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Jika ia kuat dalam agamanya, maka ujiannya akan sangat berat. Dan jika ia lemah agamanya, maka ia akan diuji Allah sesuai tingkat ketaatannya pada agamanya. Demikianlah bala’ dan ujian itu senantiasa dilimpahkan kepada seorang hamba sampai ia berjalan di muka bumi tanpa dosa apapun.” (HR. Tirmidzi).
Tersenyum, adalah tanda kebahagiaan seseorang. Semakin sering ia tersenyum, semakin indah wajahnya untuk dipandang. Pernah kita melihat senyum seoang bayi yang polos, tulus tanpa beban? Lucu sekali bukan? Sungguh mengenakkan melihat senyum seperti ini pada setiap saudara-saudara kita.
Dan jangan salah, senyum sedikit berbeda dengan tertawa. Karena banyak juga di antara kita yang menyatakan semakin banyak tertawa itu sebagai tanda semakin bahagianya seseorang. Tunggu dulu, jangan terlalu terburu-buru menyimpulkan. Mari kita lihat bagaimana petunjuk dari uswatun hasanah kita, Rasulullah. Jabir bin Samurah ra menyebutkan kuantitas tertawa Rasulullah sebagai berikut, “Sesungguhnya Rasulullah adalah orang yang banyak diam dan sangat jarang tertawa.” (HR. Ahmad).
Lalu bagaimana bentuk tertawanya Rasulullah? Siti Aisyah ra pernah berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah tertawa hingga terlihat uvulan (bagian langit-langit yang menonjol ke bawah) dan aku hanya melihatnya tersenyum saja.” (HR. Bukhari).
Abdullah bin al-Harits bin Jaz’in juga pernah berkata, “Saat Rasulullah tertawa, beliau tidak pernah melakukannya kecuali hanya (sebatas) tersenyum.” (HR. Ahmad).
Seperti diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, jelas mengapa Rasul jarang sekali tertawa dikarenakan hal ini, “Dan sedikitlah tertawa, karena terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi)
Hal serupa juga disampaikan oleh Al-Mawardi rahimahullah, beliau berkata, “Sesungguhnya membiasakan diri dengan terlalu banyak tertawa dapat menyimpangkan dari perkara-perkara penting. Tertawa juga akan menghilangkan kesadaran akan bencana dan kedukaan. Orang yang melakukannya bukanlah orang yang mulia dan berwibawa dan juga bukan orang yang sadar akan bahaya serta kemuliaan diri.”
Dari sini, semakin jelas bagaimana cara paling baik kita menghiasi wajah kita. Ya, dengan tersenyum. Karena hati yang sakit akan menjadi sembuh dengan keindahan senyuman. Bukankah masih banyak masalah-masalah ummat yang membutuhkan tangan kita untuk menghilangkan segala kesedihan mereka? Dan bukankah penderitaan kaum muslim saat ini hampir-hampir memakan habis senyum mereka? Tak inginkah kita melihat senyum mereka kembali lagi merekah?
Maka, warnailah hidup kita, hiasilah perjuangan ini, dengan senyum keindahan yang mampu merengkuh banyak hati untuk kembali pada Syari’ah, yang mampu menyentuh setiap orang untuk mau berjuang bersama kita menegakkan kalimatullah di muka bumi ini, dengan tegaknya Khilafah ar-Rasyidah. Sekarang, mari kita periksa wajah kita masing-masing, masihkah ia digumuli oleh air muka kesedihan dan kemurungan? Selalu ingatlah kita pesan Nabi, dan selalu ingatlah kita pada ummat yang membutuhkan ketulusan kita. Jadikanlah agama ini sebagai rahmat bagi siapapun yang kita temui. Jangan sampai karna wajah kita yang kurang enak dipandang, orang lain jadi menjauh dari kita, tidak ingin mengenal Islam yang penuh rahmat. Na’udzubillah..
Walaupun terkesan remeh, tapi ini juga mempengaruhi kualitas hidup dan dakwah kita. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu dzar ra bahwa Rasulullah telah bersabda, “Jangan pernah meremehkan kebaikan, walaupun (hanya) bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” (HR. Muslim).
Sesuatu bisa saja menjadi remeh hanya karena anggapan kita. Maka agar ia tak remeh, mulai sekarang marilah kita belajar untuk menghargai segala sesuatu, sekecil apapun itu. Termasuk membiasakan diri untuk tersenyum, menyambut setiap semakin beratnya ujian hidup dan perjuangan kita! Mari kita kembalikan senyum ummat kembali merekah menyongsong kehidupan damai bersama Syari’ah dan Khilafah. Wallahua’lam.

12 April 2012

Etika Menjenguk Orang Sakit

Setiap manusia pasti pernah merasakan sakit. Kondisi disaat tubuh lebih lemah dari biasanya. Aktivitas manusia terus ada, hidup pun terus berjalan, namun tak lepas dari ujian. Ujian ini sudah merupakan sunatullah kehidupan. Sakit adalah ujian. Manusia akan diuji dalam kehidupannya, dengan perkara yang tidak disukainya, atau perkara yang menyenangkan.

Allah berfirman dalam surat Al-Anbiyaa’ ayat 35,

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”

Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai ujian. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi). Dalam riwayat lain disebutkan, “Penyakit merupakan cambuk Allah di bumi ini, dengannya Dia mendidik hamba-hambaNya.”

Sakit tak hanya berdampak pada orang yang menderitanya. Namun bagi keluarga, saudara, dan (mungkin) temannya juga. Merekalah yang merawat dan mengusahakan kesembuhannya, yang tak kalah besar pahalanya. Bila sabar dan ikhlas menyimpan pahala bagi penderita sakit. Maka bagi keluarga, saudara, teman, atau orang lain, pahala tersebut ada ketika menjenguk orang sakit.

Diriwayatkan dari hadits Tsauban yang marfu’ bahwa Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah.” Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?” Beliau menjawab, “Yaitu taman buah di Surga.”

Subhanallah. Menjenguk orang sakit adalah perbuatan baik. Ia merupakan bagian dari akhlakul karimah. Tindakannya pun dipuji oleh malaikat. Berikut hadits yang menjelaskannya,

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tiada seorang muslim yang menjenguk orang muslim lainnya pada pagi hari kecuali ia dido’akan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga sore hari. Dan jika ia menjenguknya pada sore hari, maka ia dido’akan oleh tujuh puluh ribu malaikat hingga pagi hari. Dan baginya kurma yang dipetik di taman Surga.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata “hadits hasan”)

Dalam Islam, menjenguk orang sakit, tidaklah patut mempertimbangkan latar belakangnya. Apapun warna kulitnya, sukunya, miskin atau kaya, cantik atau kurang cantik, pintar atau kurang pintar, nenek-nenek atau masih muda, mahasiswa atau lulusan SD, bahkan yang berbeda agama sebaiknya dijenguk. Karena ianya amal kemanusiaan yang dalam Islam dinilai sebagai ibadah. Bahkan aktivitasnya disebut qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Sebagaimana hadits qudsi, Allah berfirman,
“Wahai manusia, si fulan hambaKu sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah seandainya engkau membesuknya niscaya engkau mendapatiKu di sisinya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Maka wajar, Nabi pernah bersabda,
“Siapa yang menjenguk orang sakit, maka berserulah penyeru dari langit (malaikat), ‘Bagus engkau, bagus perjalananmu, dan engkau telah mempersiapkan tempat tinggal di dalam Surga.” (HR. Ibnu Majah diriwayatkan dari Abu Hurairah)

Dengan demikian, penting untuk diperhatikan etika (adab-adab) ketika menjenguk orang sakit.
-    Sebutlah identitas diri yang jelas. Jangan menyebutkan identitas yang kurang jelas, sehingga membingungkan bagi orang yang sedang sakit.
-    Berkunjung di waktu yang tepat. Jangan datang di waktu orang sakit sedang beristirahat, sedang waktunya tidur, minum obat, atau mengganti pembalut luka misalnya. Jangan pula terlalu lama di tempat orang sakit. Bisa jadi penderita sakit membutuhkan banyak waktu untuk istirahat. Ini terkecuali bagi yang memiliki hubungan khusus dengan penderita sakit.
-    Jangan banyak bertanya. Sangat baik bila pengunjung tidak mengobrol sendiri. Apalagi mengajukan banyak pertanyaan, yang akhirnya membuat penderita sakit kelelahan. Hendaknya pengunjung menampakkan rasa kasih sayang dan belas kasihannya.
-    Mendo’akannya dengan ikhlas. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda,
“Siapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, lalu ia mengucapkan do’a ini di sampingnya sebanyak tujuh kali: (Aku mohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan Pemilik Arsy yang Agung. Semoga Dia berkenan menyembuhkanmu), niscaya Allah akan menyembuhkannya dari penyakit tersebut.”
Dianjurkan pula membacakan do’a sakit: Allahumma Ya Rabbannaasa adzhibil ba’tsa wa asyfi wa anta syaafi laa syifa a illa syifauka syifa an laa yughadiru saqama.. (Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkanlah bahaya. Sembuhkanlah. Hanya Engkau yang dapat menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali dariMu. Sembuh yang tidak dihinggapi penyakit lagi.)” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)
-    Menimbulkan optimisme kepada orang yang sedang sakit. Saat menjenguk, anjurkanlah untuk berlaku sabar. Karena sabar itu besar pahalanya, sedangkan berkeluh kesah itu dosa.
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَ
Laa Tahzan! Innallaahama’ana..
“Janganlah kamu bersedih. Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At-Taubah : 40).

12 April 2012