Gundah. Mungkin itu yang dirasakan para istri, ketika
membayangkan suaminya hendak ber-poligami. Dari pemikirannya mengatakan sah
saja. Namun hati dan perasaan bicara lain. Seolah tak mau menerima, padahal ia hukum
Allah yang sepatutnya diterima.
Ada sebagian orang yang berpendapat, “ya poligami memang
mubah, tapi nggak harus dipraktekkan toh?” ada juga yang mengeluarkan statement, “silahkan saja kalau mau
poligami, tapi jangan suami saya!”
Ungkapan-ungkapan seperti ini sedikit terdengar paradoks. Kenapa?
Karena, jika seseorang telah meridhoi sesuatu, tentu tak masalah baginya untuk
melakukan atau mendapatkan hal itu.
Ketika masih ada hal lain yang lebih diridhoi selain apa
yang diridhoi Allah, maka hati-perasaan dan pemikirannya belum disandarkan
secara total terhadap Allah SWT.
Namun ada benarnya, segala sesuatu yang mubah secara hukum,
tidak harus kita jalankan. Jika ingin dan melihat ada mashlahat di sana, boleh
dijalankan. Sebaliknya, jika melakukannya justru akan mendatangkan kepada
maksiat dan keburukan, maka harus ditinggalkan.
Oleh karenanya, ngobrol
tentang poligami bisa tak habis-habis kalau tidak dalam satu frekuensi
persepsi. Hal utama yang wajib diketahui adalah hukum poligami itu sendiri yang
mubah. Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ
مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS.
An-Nisaa’ : 3)
Selanjutnya adalah pilihan masing-masing orang. Jadi untuk
apa dirumorkan? Apalagi dibahas, ketika poligami, istri pertamanya akan cemburu
dan sebagainya.
Secara praktis mari kita berfikir, bukankah setiap orang
punya rasa cemburu?? Bukan lantas hanya orang yang dipoligami. Masalahnya hanya
terletak pada manajemen perasaan yang diletakkan dengan baik, misalnya
bagaimana caranya cemburu itu jadi terarah dan bukan cemburu buta. Kalau sudah
cemburu buta, tanpa tahu fakta sudah member judgement
yang tidak-tidak, tentu ini yang bahaya dan mematikan. Ini yang harus
dihindari.
Nah, bagaimana jika suami yang tidak ingin poligami? Oke oke
saja. Istri juga tidak seharusnya mendesak suami untuk justru berpoligami
(adakah istri yang seperti ini?)
Akhir-akhir ini, banyak kasus seputar selingkuh dan main
hati. Tentu ini tidak dibenarkan. Namun, mengapa ini bisa terjadi, dan apa
solusinya?
Jika ada yang memberi solusi poligami, boleh-boleh saja. Hanya,
yang lebih patut kita renungkan adalah apa, mengapa, dan bagaimana rumah tangganya
berjalan? Sudahkah sesuai dengan koridor Islam? Sudahkah dengan sungguh-sungguh
menjalankan hak-kewajiban setiap pasangan?
Marilah kita evaluasi diri kita, sebelum mengeluarkan
satu-dua keputusan. Sangat mungkin, apa yang terjadi dalam hidup kita adalah
ujian dari Allah untuk menaikkan tingkat diri kita atau malah sebagai teguran
karna kita telah terlampau jauh dari Allah.
Pikirkan masak-masak segala sesuatunya. Karena boleh jadi
apa yang kita senangi dan kita fikirkan baik untuk kita, ternyata justru
mendatangkan keburukan. Sebaliknya, kita berfikir itu buruk dan tidak cocok
dengan kita, ternyata justru itu yang terbaik. Kita sangat lemah untuk
menduga-duga apa yang kita tidak ketahui. Sedangkan Allah SWT Maha Mengetahui
segalanya.
Alih-alih menjadikannya rumor, lebih baik kita berharap
kepada Allah agar Dia melekatkan diri kita pada Rabb kita, Allah SWT. Juga mendekatkan
kita pada Uswah kita, Rasulullah SAW. Serta merekatkan hubungan kita pada partner
hidup (suami/istri) kita, orangtua, kakak-adik, kerabat, sahabat, para
pengemban risalah Islam, serta seluruh kaumnya Nabi Muhammad, Ummat Islam.
[Ummu ‘Aamirah]
0 komentar:
Posting Komentar