Aku dan Udara yang Ramah

Riuh. Sendu.
Bahagia yang musnah.
Senja yang berselimut temaram.
Membawa luka dan duka.
Hingga perih lalu merintih.
Cakrawala membentuk mega. Awan bergantian.
Makhluk kecil yang bertengger pun pergi. Menghilang.
Mencari perlindungan.
Namun langit kian pekat. Tak tersisa satu bintang.
Guntur bersautan. Memecah keheningan tiap rumah.
Di balik jendela, petir bergilir, tajam.
Ini nyanyian, pilu yang berbungkus muakan.
Semesta nan indah. Menjadi gundah.
Kuku-kuku retak. Tak bertuan.
Kicauan yang dulu nyaring.
Semerbak dengan wangi mawar yang menghias taman.
Lambaian dedaun dalam rindangnya kebun.
Ladang yang subur.
Sirna. Seketika.
Oleh apa saja, berbalut nafsu. Bercampur amarah.
Dan aku...
Berhembus di sudut desa yang kini gersang.
Berdo’a dalam diam. Menyatu dengan riuh-sendunya.
Menyapu kepingan-kepingan yang kelak terselamatkan.

Buitenzorg, 28 Ramadhan 1432 H / 28 Agustus 2011
Di bawah pohon rindang. Di depan rumahku.



0 komentar: