Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Diposting oleh
Unknown
komentar (0)
Aku mengadu
Segala hidup rapuh yang kujalani tanpa petunjukmu
Aku merasa jauh
Jauh…
Jiwaku sepi
Tanganku lunglai tak ada dayaku menggapaimu
Setelah dosaku
Tak sanggup ku melihatmu
Tak sanggup ku menghadapmu
Namun hati ini sunyi
Duhai
Apatah diri ini mampu bersandar padamu
Dikala tubuh pun senantiasa melupakanmu
Duhai
Kembalikan aku ke jalan itu
Gelapku harap cahya terang benderang
Kelamku ingin kuakhiri
Aku jenuh…
Hidupku sempit
Hidupku menghimpit
Hidupku tersengit.
Aku letih…
Duhai
Masukkanku ke dalamnya
Di ketinggian jagat ini
Di gemilangnya ruang itu
Duhai
Apakah imanku dapat kugadaikan untukmu
Untuk pertaruhanku menjemput kekasih
Kekasih yang selama ini tak jua kukenal dekat.
Oh!
Aku ingin menghampiri, berlari, dan melesat
Izinkanku
Merelai kepingan hati yang kerontang tanpa hadirmu
Duhai…
Pemilik cintaku
Apakah aku pantas mendapat kasihmu
Aku ingin memeluk cintamu dengan sungguh
Kan kupegang erat kesabaran
Demi cintaku cintamu
Dan aku
Tak lagi sungguh tak lagi akan melukaimu
Menyakitimu
Membuatmu cemburu karena perselingkuhanku
Apapun yang terjadi dalam hidup
Sedih dan nestapaku
Bahgia dan ceriaku
Aku meneguhkan kesetiaanku. Aku memilihmu untuk hidupku kini dan nanti..
Duhai
Inilah aku. Hamba yang mencintamu.[]Crafty Rini Putri
Diposting oleh
Unknown
komentar (0)
Sunyi
sepiku rindu.
haluan di lorong ini
laksana tepian tak berujung.
tak berbatas. tak bersuara.
Remang
naluriku buncah.
setitik cahaya yang menyibak aksara
mata terus menangis, di dalam hati yang parau.
Hujan
datanglah sejukkan aku.
asap telah pilukan hidup. lelahku, kesahku, hilang dimakan senyapnya udara.
oh Pagi.
antarkan aku pada indahnya kemilau mentari.
seraya tenggelamkan kabut yang terbalut.[]Crafty Rini Putri
Diposting oleh
Unknown
komentar (0)
Terkadang yang kita rasakan dan lihat, tak semua bisa dihitung oleh nalar. Jangan selalu berfikir seperti rumus matematika.
Jangan berfikir, hidupmu akan slalu sesuai pikiranmu. Kamu akan menjadi dewasa ktika kamu berpijak di bumi tp matamu ke langit.
Egois itu penyakit. Kalau nyaman dengan sifat itu, lihatlah suatu hari akan ada masa egoismu memakan dirimu sendiri.[]Crafty Rini Putri
Diposting oleh
Unknown
komentar (0)
Hati ini, mata ini, tangan ini, kaki ini
Janganlah engkau jadikan keras, hingga sulit memahami kebenaran.
Kadang niat baik, kau hentakkan dengan curiga
Awalnya manis, lalu beku.
Tak ada lagi itu kesejukan. tak ada lagi keramahan. tak ada kelembutan.
Samar!
Inginmu, inginku, ingin kita;
Menjemput mega di ufuk senja
Bariskan kepuitisan. atau kemunafikkan?
Tampaknya indah. padahal bangkai.
Kau menyeru dengan lantang.
Katamu itu idealisme
Namun saat kucoba berbagi rasa dan fikir, dalam sudut pandang yang lain,
Kau bilang aku picik. dan tersesat?
Lalu kau merasa benar. selalu benar.
Entah di mana itu kebenaran.
Batu tak lunak oleh batu.
Aku pun menjadi air, membersihkan, memulihkan.
Tapi kau buang aku ke comberan!
Aku beradu dengan limbah-limbah, sampah-sampah.
Setitik mentari adalah nafas bagiku.
Sayang, mentari justru temaram, lalu melarikan diri.
Sepertinya pekat makin gelap! Tapi masih berharap!
Ia ingin mengalilr… terus mengalir…
Ke muara yang tak lagi keruh
Kebeningan yang hangat
Memercik kembali energi, yang sempat hilang dimakan arus.
Hingga ayat terdengar syahdu,
Yaa… ayyatuhan nafsul muthmainnah..
Irj’I ilaa Rabbiki radhiyatan mardhiyah.
Fadkhuli fii ibadii… wadkhuli jannati…
Diposting oleh
Unknown
komentar (1)
Kini….aku masih belia
Hasrat terjajah
Dibungkam, agar tak ada aspirasi
Pintar pun tak berguna
RUU Ormas telah mengebiri
Saat teman-temanku rusak karna
seks bebas.. tawuran.. pacaran.. narkoba..
Tak banyak yang dapat memberi
ingat
Justru diam seribu bahasa
Padahal ada azhab Allah yang
kelak menyengat.
Apakah tidak tergerak..?
Mengapa diri masih belum
bertindak..?
Tuhan….
Dalam semangat yang menggelora
Terselip asa.
Dalam muak yang membuncah
Masih ada cita-cita.
Tolong kami dalam berkata-kata…
Agar pemimpin kami membuka mata.
Tolong kami menjelaskan fakta…
Agar orang tua kami membuka telinga.
Hingga mereka sadari
Islam, Hanya Islam…
Hanyalah Islam… yang mampu menyelesaikan segala masalah.
Dari kegelapan…
Menuju jalan terang benderang…
Diposting oleh
crafty rini putri
komentar (0)
Dalam relung yang terguncang..
Hari-hari ini begitu melankolis
Muak dengan kehidupan kapitalis!
Muak dengan kemunafikkan dunia!
Ada antrian panjang di busway
yang mengundang suara keras memekakkan
Ada para pendidik yang mengajar demi uang, demi uang!
mengorbankan pelajar dalam kesakitan, walau untuk kata sekulerisasi!
Ada pejabat negeri yang sarat kepentingan
menyusun program hanya untuk turunnya tender, lagi-lagi uang!
Di samping jutaan rakyat, yang untuk makan saja, ia mengais sampah
Kemewahan versus kemelaratan.
Ironi yang tak terkikis oleh waktu..
Lalu para ayah pulang kerja membawa kepenatan
Isteri yang menyibuki diri dengan rumpian ala silet
Anak-anak pun merengek meminta jajan, meminta dibelikan hp, ipod, laptop.
Rumah bumerang, di luar pun perang.
Kapankah kenistaan ini terhenti..
oleh sebuah kalimat tinggi
dengan kata perjuangan suci
lewat tangan-tangan yang mampu memikulnya dengan erat
layaknya bara api yang digenggam.
panas! dan membakar!!
Ia terbang di atas kubangan lumpur
Kemilau cahaya dalam kegelapan
Bukan untuk pelejitan aktualisasi diri
Atau retorika basi
Ia bergerak, di depan,
Mengambil bagian dalam perubahan
dengan lantang tegar berdiri, menghalau segala kerusakan
berteriak TAKBIR!!!
4 Februari 2012
Hari-hari ini begitu melankolis
Muak dengan kehidupan kapitalis!
Muak dengan kemunafikkan dunia!
Ada antrian panjang di busway
yang mengundang suara keras memekakkan
Ada para pendidik yang mengajar demi uang, demi uang!
mengorbankan pelajar dalam kesakitan, walau untuk kata sekulerisasi!
Ada pejabat negeri yang sarat kepentingan
menyusun program hanya untuk turunnya tender, lagi-lagi uang!
Di samping jutaan rakyat, yang untuk makan saja, ia mengais sampah
Kemewahan versus kemelaratan.
Ironi yang tak terkikis oleh waktu..
Lalu para ayah pulang kerja membawa kepenatan
Isteri yang menyibuki diri dengan rumpian ala silet
Anak-anak pun merengek meminta jajan, meminta dibelikan hp, ipod, laptop.
Rumah bumerang, di luar pun perang.
Kapankah kenistaan ini terhenti..
oleh sebuah kalimat tinggi
dengan kata perjuangan suci
lewat tangan-tangan yang mampu memikulnya dengan erat
layaknya bara api yang digenggam.
panas! dan membakar!!
Ia terbang di atas kubangan lumpur
Kemilau cahaya dalam kegelapan
Bukan untuk pelejitan aktualisasi diri
Atau retorika basi
Ia bergerak, di depan,
Mengambil bagian dalam perubahan
dengan lantang tegar berdiri, menghalau segala kerusakan
berteriak TAKBIR!!!
4 Februari 2012
Diposting oleh
crafty rini putri
komentar (0)
Riuh. Sendu.
Bahagia yang musnah.
Senja yang berselimut temaram.
Membawa luka dan duka.
Hingga perih lalu merintih.
Cakrawala membentuk mega. Awan bergantian.
Makhluk kecil yang bertengger pun pergi. Menghilang.
Mencari perlindungan.
Namun langit kian pekat. Tak tersisa satu bintang.
Guntur bersautan. Memecah keheningan tiap rumah.
Di balik jendela, petir bergilir, tajam.
Ini nyanyian, pilu yang berbungkus muakan.
Semesta nan indah. Menjadi gundah.
Kuku-kuku retak. Tak bertuan.
Kicauan yang dulu nyaring.
Semerbak dengan wangi mawar yang menghias taman.
Lambaian dedaun dalam rindangnya kebun.
Ladang yang subur.
Sirna. Seketika.
Oleh apa saja, berbalut nafsu. Bercampur amarah.
Dan aku...
Berhembus di sudut desa yang kini gersang.
Berdo’a dalam diam. Menyatu dengan riuh-sendunya.
Menyapu kepingan-kepingan yang kelak terselamatkan.
Buitenzorg, 28 Ramadhan 1432 H / 28 Agustus 2011
Di bawah pohon rindang. Di depan rumahku.
Bahagia yang musnah.
Senja yang berselimut temaram.
Membawa luka dan duka.
Hingga perih lalu merintih.
Cakrawala membentuk mega. Awan bergantian.
Makhluk kecil yang bertengger pun pergi. Menghilang.
Mencari perlindungan.
Namun langit kian pekat. Tak tersisa satu bintang.
Guntur bersautan. Memecah keheningan tiap rumah.
Di balik jendela, petir bergilir, tajam.
Ini nyanyian, pilu yang berbungkus muakan.
Semesta nan indah. Menjadi gundah.
Kuku-kuku retak. Tak bertuan.
Kicauan yang dulu nyaring.
Semerbak dengan wangi mawar yang menghias taman.
Lambaian dedaun dalam rindangnya kebun.
Ladang yang subur.
Sirna. Seketika.
Oleh apa saja, berbalut nafsu. Bercampur amarah.
Dan aku...
Berhembus di sudut desa yang kini gersang.
Berdo’a dalam diam. Menyatu dengan riuh-sendunya.
Menyapu kepingan-kepingan yang kelak terselamatkan.
Buitenzorg, 28 Ramadhan 1432 H / 28 Agustus 2011
Di bawah pohon rindang. Di depan rumahku.