Percikan untuk Hati yang Tegar



Hati ini, mata ini, tangan ini, kaki ini
Janganlah engkau jadikan keras, hingga sulit memahami kebenaran.
Kadang niat baik, kau hentakkan dengan curiga
Awalnya manis, lalu beku.
Tak ada lagi itu kesejukan. tak ada lagi keramahan. tak ada kelembutan.
Samar!

Inginmu, inginku, ingin kita;
Menjemput mega di ufuk senja
Bariskan kepuitisan. atau kemunafikkan?
Tampaknya indah. padahal bangkai.

Kau menyeru dengan lantang.
Katamu itu idealisme
Namun saat kucoba berbagi rasa dan fikir, dalam sudut pandang yang lain,
Kau bilang aku picik. dan tersesat?
Lalu kau merasa benar. selalu benar.
Entah di mana itu kebenaran.

Batu tak lunak oleh batu.
Aku pun menjadi air, membersihkan, memulihkan.
Tapi kau buang aku ke comberan!
Aku beradu dengan limbah-limbah, sampah-sampah.

Setitik mentari adalah nafas bagiku.
Sayang, mentari justru temaram, lalu melarikan diri.

Sepertinya pekat makin gelap! Tapi masih berharap!
Ia ingin mengalilr… terus mengalir…
Ke muara yang tak lagi keruh
Kebeningan yang hangat
Memercik kembali energi, yang sempat hilang dimakan arus.

Hingga ayat terdengar syahdu,
Yaa… ayyatuhan nafsul muthmainnah..
Irj’I ilaa Rabbiki radhiyatan mardhiyah.
Fadkhuli fii ibadii… wadkhuli jannati…

0 komentar: