Party is Not Me, but I Love Me!


“Na, kapan sih aku bisa kayak kamu”
“Kayak aku?” Nana menggumam, dan melanjutkan,
“Apanya dari aku La? Aku cuma orang biasa ini. Aku tuh bawel, ceria, have fun, suka banget ngobrol apalagi sama orang yang baru kenal tuh hmmm asik dah. Trus apalagi. Aku cuma orang kayak biasa aja. Kan banyak orang kayak aku, La.” Ujar Nana berbalik menatap mata Lala yang berair.
“La… kamu kenapa?” Nana tiba-tiba duduk di depan Lala.
Lala menelungkup. Hening dengan isaknya. Nana bergeming.
##
Mentari tak lagi terik. Sinarnya temaram. Tenggelam di bawah relung-relung hati Lala.
Senja ini Lala berniat pergi ke suatu tempat. Tempat yang belum pernah dikunjunginya sebelum ini. Tempat yang, mungkin sangat berbeda dengan kepribadiannya.
Tatapan Lala kosong.
Dan. Chiiiiiiiiiiiiiit…… Tiiiiiiiiiiiiin…..
Lala membanting setir.
Kaku. Tangan Lala dingin.
Tok tok.
Lala menoleh.
“Hey, are youuu okay?”
Lala membuka kaca mobil.
“Mm maaf.” Hanya itu yang keluar dari bibir kecilnya.
Perempuan itu tersenyum simpul.
“Gapapa Dek. Kamu mau ke mana?”
Ia memakai syal, pakaiannya cozy. Lala tergerak keluar mobil.
“Maaf ya Kak..” ujarnya mulai sadar.
Dhuarrrrrr! Chiuuuuuuuuuu! Dhuaaaarrrr!!!
Tiba-tiba dibalik alun-alun kota riuh.
“Dek, ke sana yok!” Wanita itu mengambil motor maticnya, dan mengajakku santai.
“Orang ini baru kenal udah ngajak-ngajak aja. Ga pake marah-marah. Hmmmmh.” Batin Lala
“Ayo Dek… aku pengen jalan aja. Kalo kamu mau..” senyum simpulnya kembali menyeringai.
Lala menatap langit-langit.
Selangkah kaki mengikuti gerak wanita yang berumur namun muda.
“Namaku Nana.”
“Whats?!!”
“Iya namaku Nana. Aku fotografer Majalah.” Ulangnya. Lala merasakan kepalanya berat berputar. Ia mencari-cari memori di otaknya tentang seberapa banyak nama Nana bertengger. Lala senyum kecut.
“Kak, kenapa lo ngajak gue liat ginian? Kan kita baru kenal,” tanyaku akhirnya berani.
“Mmmm…. enggak ada apa-apa sih. Aku cuma suka aja. Dan yah mungkin aja kita bisa jalan bareng.” Ucapnya datar tanpa beban
“Tapi kan tadi gue dah bikin lo kaget di jalan…” Wanita itu tak menjawab selain senyum simpulnya.
“Kak, kenapa sih nama lo Nana?” Kalo ini ia bergidik. Merasa aneh ditanya.
“Emang kenapa?”
“Hmmmhf.” Lala hanya menghela nafasnya berat.
“Ada masalah?”
“Mmmm… gue… gue ngerasa trauma aja sama nama itu. Gue banyak kenal nama Nana. Yang gue tau, mereka selalu bikin gue illfeel.” Lala menghela nafasnya lagi.
“Kalo boleh tau kenapa illfeel Dek?”
“Hmmf. Ga tau Kak. Mereka selalu aja the best. Cantik, kaya, dan pinter. Banyak temen pula. Party sana party sini. Sedang gue?! Ish…” Lala sangat berekspresi.
“Yah, itu kan mereka Dek. Kenyataannya kamu kan nggak sama dengan mereka.” Lalu cemberut mendengar ungkapan jujur Nana.
“Kok Kaka gitu?!!” Lala melengos.
“Dek, kamu ya kamu. Ngapain harus jadi mereka yang….”
“Tapi mereka selalu jadi Ratu Party. Mereka selalu pamer ke gue! Mereka ngajak gue kembang api lah apa lah. Gue gak pernah bisa!” Kini Lala setengah teriak.
“Kenapa?”
“Ya karna gue trauma! Gue trauma pesta! Gue trauma kembang api! Gue trauma kongkow! Gue trauma semua!! Gue trauma!!!” Lala berapi-api, menyambar muka Nana.
“O..oke Dek. Kamu udah lebih dari lima kali bilang trauma. Apa yang bikin kamu trauma Dek. Its fine, you do what you want Dek.” Ujar Nana berusaha tenang.
“Tapi gue enggak!!! Gue ni anak kampung! Gue anak cupu! Gue cuma bisa dikerjain doang sama mereka!! Dan gue dipingit sepanjang hari!” Lala masih teriak
“Yang kamu maksud dengan mereka siapa? Nana? Ada berapa Nana?” Wanita itu tertegun.
Lala diam. Berfikir.
“Dek…?”
Lala menoleh.
“Apa dia cuma satu orang?”
Lala mengangguk.
“Kamu… bersahabat dengannya, dan kalian berbeda karakter. Dia lebih diterima oleh orang, dan kamu enggak. Begitu?”
Lala menunduk.
“Lihat langit itu Dek. Lihat di balik alun-alun ini. Pancaran kembang api ini cuma benda. Cuma barang. Dan party cuma kejadian. Sedangkan kamu, kamu punya segalanya.” Nana merangkul Lala.
“M..maksudnya?”
“Yes, just be you Dek. You are so beautyfull with yours. Just be the best in you.” Ucapnya tegas.
Lala menunduk. Dalam. Airmatanya jatuh. Ia mengangkat kepalanya perlahan. Menatap langit-langit yang indah. Terpejam.
Rangkulan Nana menambah kehangatan hatinya.
Matahari sudah padam.
Namun cahyanya kini ada di dada.
Menyibak mendung.
“Just be you. Becouse, you love yourself!” Kata-kata terakhirnya di malam itu.[]
Crafty Rini Putri
#OneWeekOnePaper

0 komentar: